Digital Clock with Islamic Ornament

Sabtu, 31 Juli 2010

Nasionalisme Absurd

Lengsernya Soeharto, bagi sebagain kalangan akdemisi merupakan tonggak berdirinya kehidupan demokrasi yang baru bagi rakyat indonesia. Pasca peristiwa yang kerap terjadi hingga berujung pada mundurnya sang penguasa rezim kediktatoran ini, diharapkan menjadi momentum kebangkitan bagi Indoneisa. Saatnya negeri ini kembali pada bentuknya yang menginginkan kesejahteran yang adil dan menyeluruh. Namun, kenyataanya tidak seindah yang di inginkan. Bak jauh panggang dari api, alih-alih perbaikan yang progresif dan signifikan, yang ada justru keruwetan yang semakin ngejelimet dan terus berkembang ke arah yang tidak jelas. Salah satunya contohnya adalah keruwetan dalam tema kehidupan bernegara yang didasari atas semangat nasionalime. Nasionalisme sebagai sebuah kesadaran kolektif menjadi titik fundamental bagi keutuhan suatu bangsa dan Negara. Setidaknya inilah yang dipahami oleh sebagian besar orang terhadap ideologi warisan ara kolonial ini.

Kehidupan bernegara jelas tidak dapat dilepaskan dari realitas politik yang mendasarinya. Memang tidak sepenuhnya absolut, akan tetapi mayoritas corak kehidupan sebuah nation-state dipengruhi dari kebijakan politik rezim yang berkuasa. Akhirnya segalanya menjadi sangat kontradiktif sebab masyarakat hidup dalam dimensi dimana ideologi harus dihadapkan pada realita kebijakan politik penguasa. Permasalahnnya muncul manakala ideologi yang ada tidak sepenuhnya dipahami masyarakat bahkan sekedar tahu sekalipun. Setidaknya ada dua hal yang mempengaruhi kondisi ini, pertama berkenaan dengan isi dari ideologi tersebut, Kedua adalah sehubungan proses internalisasi dan enkulturasinya pada masyarakat. Tidak sampai disitu, masalah juga muncul bila ideologi yang multitafsir tersebut dihadapkan dengan kenyataan bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini, begitu hal-nya dengan kekuasan. Kekuasaan tidak selamanya bersemayam, akan ada saatnya suatu rezim harus turun dari singgasananya.

Akhirnya hal ini membawa dampak kebingungan yang luar biasa bagi konsespsi nasionalime itu sendiri Nasionalitas dapat diumpamakan sebagai sosok yang mampu menghadirkan spririt persatuan atau dengan kata lain ia berfungsi sebagai perekat integrasi. Oleh karena fungsinya yang demikian, maka nasionalitas idealnya dibangun bersama tanpa memperhatikan aneka ragam suku bangsa, agama, dan bahasa. Hal ini jelas menjadi kontradiktif bagi konteks ke-Indonesiaan. Indonesia yang multi kultur. Lantas wajah nasionalisme yang seperti apa yang ingin dihadirkan dalam dimensi kehidpan berbangsa dan bernegara ala Indoinesia?

Sebelumnya, barangkali coba perhatikan bagaimana suasana kehidupan berbangsa dan bernegara di Indoenesia 10 tahun belakangan ini. Sangat banyak perubahan yang terjadi disana sini. Perubahan dari krisis yang satu ke krisis yang lain sementara krisis sebelumnya berlum terselesaikan. Perubahan dari konflik yang satu ke konflik yang lain sementara pada beberapa konflik masih berlum terselesaikan. Hal ini jelas sangat tidak sehat untuk sebuah Negara yang sejak tahun 1945 telah sampai di pintu gerbang kemerdekaan. Tapi sudah 65 tahun lamanya masyarakat di negeri ini hidup dalam kegamangan dan ketidak pastian arah masa depan. Dan para penguasa di negeri ini hanya berkata “mari kita galang nasionalisme demi kejayaan bangsa dan negara”. Tanpa berfikir bangsa yang mana dan Negara siapa?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar